Beranda | Artikel
Sikap Seorang Muslim Terhadap Ahli Maksiat
Selasa, 7 Januari 2020

SIKAP SEORANG MUSLIM TERHADAP AHLI MAKSIAT

Oleh
Syaikh Muhammad Bin Shâlih Al-Utsaimîn

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla , yang telah menjadikan kaum Mukminin saling bersaudara, saling menguatkan satu dengan lainnya seperti sebuah bangunan; yang telah mewajibkan tolong menolong bagi kaum Muslimin dalam hal kebaikan, menolak dosa dan maksiat serta permusuhan. Aku bersaksi bahwa tiada ilâh yang berhak disembah kecuali Allah Azza wa Jalla semata, tiada sekutu bagi-Nya; Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku bersaksi bahwa Muhammad n adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan membawa petunjuk , rahmat dan al-furqân (pembeda antara kebaikan dan kebatilan).
Amma ba`du.

Bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla . Ingatlah nikmat Allah Azza wa Jalla yang ada pada diri kalian dengan agama yang telah menghimpun persatuan dan kesatuan urusan kalian serta memperbaiki hubungan di antara kalian. Agama Allah Azza wa Jalla yang di bawa oleh sebaik-baik manusia; agama yang menyuruh kalian agar bersikap lemah lembut dan kasih sayang serta melarang kalian dari sikap murka dan permusuhan. Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada kalian agar bersatu dalam agama-Nya, tidak berpecah belah menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok merasa bangga dengan kelompoknya sendiri. Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepada kalian agar memerangi keburukan dan kerusakan. Mencegah perpecahan dan perselisihan. Jadilah kalian wahai kaum Mukminin, sebagaimana yang Allah wajibkan atas kalian, sebagaimana yang di kehendaki oleh iman kalian. Janganlah kalian berpecah belah dan bermusuhan, janganlah kalian saling mengacuhkan/menghajr. Jadilah seperti bangunan yang saling menguatkan.

Sesungguhnya pada manusia ada permusuhan dan keinginan tertentu. Akan tetapi, iman mewajibkan menyelesaikan pertikaian, saling menyesuaikan dalam naungan agama Islam. Sesungguhnya sebagian manusia ada yang senang dengan keburukan dan jatuh ke dalam dosa. Di antara mereka ada yang mendahulukan kemaksiatan dari pada ketaatan, kecurangan daripada keadilan, kezhaliman daripada menahan diri, dan pada setiap bangsa pasti ada yang seperti itu. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan keinginan makluk sebagaimana Allah Azza wa Jalla menjelaskan bentuk dan rupa-rupa mereka. Allah Azza wa Jalla telah membagi akhlak mereka sebagaimana juga telah membagi rezeki mereka. Akan tetapi, agama Islam mewajibkan bagi manusia dengan kadar kemampuannya agar menjadi umat yang satu, yang berusaha mengerjakan satu tujuan yaitu memperbaiki akhlak dan istiqamah dalam agama.

Sesungguhnya kebanyakan manusia dihadapkan pada keburukan pelakunya seperti orang yang bingung, bersikap menyerah atau meremehkan. Engkau tidak mendapati mereka berusaha untuk berbuat baik. Di antara mereka ada orang yang lebih dari itu, ia pun melemahkan semangat orang-orang yang bangkit menghendaki kebaikan. Hati mereka diliputi rasa putus asa dan jauh dari cita-cita serta mengatakan, ” Janganlah memperbaiki manusia, karena mereka sudah baik.”

Pada kenyataannya, orang yang pesismis ini memberi madharat kepada dirinya dan kepada lainnya. Ia berusaha menghilangkan semua upaya perbaikan dan bersikap membatu terhadap karunia Allah Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

وَاللَّهِ َلأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاًوَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah Azza wa Jalla , sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberi hidayah kepada seseorang melalui tanganmu lebih baik bagimu dari pada memperoleh unta merah

Bukanlah termasuk seorang Mukmin yang baik , apabila ia melihat saudaranya terkena rayuan setan, diliputi amarah keburukan yang membawanya terjatuh pada sesuatu yang haram. Bukanlah seorang Mukmin apabila dia melihat saudaranya berada pada keadaan tersebut kemudian dia tidak menasehati dan menolongnya. Bukankah jikalau kamu melihat saudaramu celaka yang menyebabkan kematian; kemudian jiwamu tersentuh dan berusaha menolongnya? Mengapa kamu tidak berusaha menolongnya jika ia terjatuh ke dalam perbuatan yang menyebabkannya kematian hati nuraninya?

Sesungguhnya di antara kewajiban terhadap saudara-saudara kita yang bermaksiat adalah mencurahkan nasehat dan bimbingan kepadanya sebagai bentuk permintaan maaf kepada Allah Azza wa Jalla agar mereka bertaqwa. Kita nasehati dengan hikmah, dengan cara yang baik, kita jelaskan kepada mereka pada kebaikan serta membujuknya agar melaksanakannya, kita jelaskan kepada mereka bahwa tidak ada wasîlah/perantara kepada ketenangan hati, kelapangan dada kecuali dengan iman dan amal shalih, kita jelaskan kepada mereka kebaikan-kebaikan taubat dari dosa dan kebaikan-kebaikan kembali kepada Allah Azza wa Jalla , bahwa taubat menghapuskan dosa-dosa yang telah lewat. Demikian pula kita jelaskan kepada mereka tentang keburukan serta memberi peringatah kepada mereka. Kita jelaskan kepada mereka bahwa kemaksiatan dan kemungkaran merupakan sejelek-jelek perbuatan. Perbuatan maksiat akan menambah jauh dari Allah Azza wa Jalla , jauh dari makhluknya, menyesakkankan dada, dan membebani hati. Maka, orang yang berbuat maksiat walaupun ia merasakan nikmat maksiatnya, akan berakhir pada penyesalan dan kerugian.

Bukanlah hak kita dan agama kita, jika kita berdiri di hadapan saudara kita yang jatuh dalam perbuatan dosa, lalu kita membiarkan mereka. Akhirnya kita menjadikan mereka sebagai bahan pembicaraan suatu majlis. Yang benar adalah kita berusaha memperbaiki mereka dan menasehati mereka semuanya. Jika tidak, manusia akan celaka. Sesungguhnya kaum Muslimin itu ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota badannya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasa sakit. Untuk itu, bantulah saudara-saudara kalian dan perhatikan orang yang kondisinya berada bawah kalian. Tegakkanlah perbaikan semampumu dan janganlah berputus asa dari rahmat Allah Azza wa Jalla , sesungguhnya hanya orang kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah Azza wa Jalla .

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat [Ali Imrân:3/104-105]

(Disadur dari kitab Adh-Dhiyâul Lâmi` Minal Khuththabil Jawâmi` karya Syaikh Muhammad Bin Shâlih al-Utsaimîn hal. 379-382)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/14030-sikap-seorang-muslim-terhadap-ahli-maksiat-2.html